Kamis, 28 Mei 2009

PENENTUAN ARAH KIBLAT (TANGGAL 28 MEI & METODE SEGITIGA BOLA)

144. Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit[1], maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan (Q. S. Al Baqarah: 144).

1]. Maksudnya ialah Nabi Muhammad s.a.w. sering melihat ke langit mendoa dan menunggu-nunggu turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke Baitullah.

Juga diceritakan dalam suatu hadits riwayat Imam Bukhari:

Dari al-Bara bin Azib, bahwasanya Nabi SAW pertama tiba di Madinah beliau turun di rumah kakek-kakek atau paman-paman dari Anshar. Dan bahwasanya beliau shalat menghadap Baitul Maqdis enam belas atau tujuh belas bulan. Dan beliau senang kiblatnya dijadikan menghadap Baitullah. Dan shalat pertama beliau dengan menghadap Baitullah adalah shalat Ashar dimana orang-orang turut shalat (bermakmum) bersama beliau. Seusai shalat, seorang lelaki yang ikut shalat bersama beliau pergi kemudian melewati orang-orang di suatu masjid sedang ruku. Lantas dia berkata: "Aku bersaksi kepada Allah, sungguh aku telah shalat bersama Rasulullah SAW dengan menghadap Makkah." Merekapun dalam keadaan demikian (ruku) merubah kiblat menghadap Baitullah. Dan orang-orang Yahudi dan Ahli Kitab senang beliau shalat menghadap Baitul Maqdis. Setelah beliau memalingkan wajahnya ke Baitullah, mereka mengingkari hal itu. Sesungguhnya sementara orang meninggal dan terbunuh sebelum berpindahnya kiblat, sehingga kami tidak tahu apa yang akan kami katakan tentang mereka. Kemudian Allah yang Maha Tinggi menurunkan ayat "dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu" (al-Baqarah, 2:143).

Hal itu terjadi pada tahun 624 M Dengan turunnya ayat tersebut, kiblat diganti menjadi mengarah ke Ka'bah di Mekah. Selain arah shalat, kiblat juga merupakan arah kepala hewan kurban yang disembelih, juga arah kepala jenazah yang dimakamkan.

Gambar 1. Ka'bah

Yang dimaksud arah kiblat adalah arah atau jarak terdekat sepanjang lingkaran besar yang melewati Ka’bah (kota Mekkah) dengan kota yang bersangkutan. Dengan demikian tidak benar jika misalnya orang Jakarta melaksanakan shalat menghadap ke arah timur serong selatan sekalipun jika diteruskan juga akan sampai ke Mekkah, karena jarak terdekat dari Jakarta ke Mekkah adalah arah barat serong ke utara (barat laut).

Arah kiblat dapat ditentukan dari setiap tempat di permukaan bumi dengan perhitungan dan pengukuran. Oleh sebab itu, perhitungan arah kiblat pada dasarnya adalah perhitungan untuk mengetahui ke arah mana Ka’bah di Mekah dilihat dari suatu tempat di permukaan bumi pada jarak terdekat, sehingga semua gerakan orang yang sedang melaksanakan sholat selalu menuju arah Ka’bah dengan benar.

Untuk menentukan arah kiblat dengan cukup presisi dapat dilakukan dengan merujuk pada kordinat Bujur / Lintang dari lokasi Ka'bah di Mekkah terhadap masing-masing titik lokasi orientasi dengan menggunakan perangkat GPS. Untuk itu digunakan hasil pengukuran kordinat Ka'bah berikut sebagai referensi penentuan arah kiblat. Lokasi Ka'bah,

  • 21°25‘21.2“ Lintang Utara
  • 039°49‘34.1“ Bujur Timur
  • Elevasi 304 meter (ASL)

Berikut adalah cara praktis petunjuk arah kiblat menggunakan Peta Google.

Cara sederhana untuk menyesuaikan arah kiblat. Pada saat-saat tertentu dua kali satu tahun, Matahari tepat berada di atas Mekah (Ka'bah). Sehingga jika pengamat pada saat tersebut melihat ke Matahari, dan menarik garis lurus dari Matahari memotong ufuk/horison tegak lurus, pengamat akan mendapatkan posisi tepat arah kiblat tanpa harus melakukan perhitungan sama sekali, asal pengamat tahu kapan tepatnya Matahari berada di atas Mekah. Setiap tahun ada 2 hari dimana matahari berada tepat di atas Ka'bah, dan arah bayangan matahari dimanapun di dunia pasti mengarah ke Kiblat. Peristiwa tersebut terjadi setiap tanggal 28 Mei pukul 9.18 GMT (16.18 WIB) dan 16 Juli jam 9.27 GMT (16.27 WIB) untuk tahun biasa. Sedang kalau tahun kabisat, tanggal tersebut dimajukan satu hari, dengan jam yang sama.

Karena gerak tahunan Matahari dikombinasikan dengan gerak terbit terbenam Matahari akibat rotasi bumi, maka Matahari menyapu daerah-daerah yang memiliki lintang antara 23,5º LU dan 23,5º LS. Pada daerah-daerah di permukaan Bumi yang memiliki lintang dalam rentang tersebut, Matahari dua kali setahun akan berada kurang lebih tepat di atas . Karena Mekah memiliki lintang 21º 26' LU, yang berarti berada dalam daerah yang disebutkan di atas, maka dua kali dalam setahun, Matahari akan tepat berada di atas kepala. Kapan hal ini terjadi, bisa dilihat dalam almanak, misalnya Astronomical Almanac.

Penentuan arah kiblat dengan cara melihat langsung posisi Matahari seperti yang disebutkan di atas (pada tanggal-tanggal tertentu yang disebutkan di atas), tidaklah bisa dilakukan di semua tempat. Sebabnya karena bentuk Bumi yang bundar. Tempat-tempat yang bisa menggunakan cara di atas untuk penentuan arah kiblat adalah tempat-tempat yang terpisah dengan Mekah kurang dari 90º. Pada tempat-tempat yang terpisah dari Mekah lebih dari 90º, saat Matahari tepat berada di Mekah, Matahari (dilihat dari tempat tersebut) telah berada di bawah horizon. Misalnya untuk posisi pengamat di Bandung, saat Matahari tepat di atas Mekah (tengah hari), dilihat dari Bandung, posisi Matahari sudah cukup rendah, kira-kira 18º di atas horizon. Sedangkan bagi daerah-daerah di Indonesia Timur, saat itu Matahari telah terbenam, sehingga praktis momen itu tidak bisa digunakan di sana. Bagi tempat-tempat yang saat Matahari tepat berada di atas Ka'bah, Matahari telah berada di bawah ufuk/horizon, bisa menunggu 6 bulan kemudian. Pada tiap tanggal 28 Nopember 21:09 UT (29 Nopember 04:09 WIB) dan 16 Januari 21:29 UT (17 Januari 04:29 WIB), Matahari tepat berada di bawah Ka'bah. Artinya, pada saat tersebut, jika pengamat tepat menghadap ke arah Matahari, pengamat tepat membelakangi arah kiblat. Jika pengamat memancangkan tongkat tegak lurus, maka arah jatuh bayangan tepat ke arah kiblat.

Perhitungan arah kiblat dengan Segitiga Bola

Memperhatikan bahwa setiap titik di permukaan bumi ini berada di permukaan bola bumi, maka perhitungan arah kiblat dilakukan dengan Ilmu Ukur Segitiga Bola (Spherical Trigonometri).

Untuk menghitung arah kiblat, ada tiga buah titik yang diperlukan, yaitu :

  • titik A, terletak di Ka’bah (φ =21° 25’ LU dan λ = 39° 50’ BT)
  • titik B, terletak di lokasi yang akan dihitung arah kiblatnya
  • titik C, terletak di kutub utara (North Geografis)

Gambar 2. Segitiga Bola

Titik A dan titik C adalah titik yang tidak berubah, karena titik A tepat di Ka’bah dan titik C tepat di kutub utara. Sedangkan titik B senantiasa berubah tergantung pada tempat yang akan dihitung arah kiblatnya. Bila ketiga titik tersebut dihubungkan dengan garis lengkung maka terbentuklah segitiga bola ABC seperti gambar 1.

Dari gambar 2 dapat diketahui bahwa perhitungan arah kiblat adalah suatu perhitungan untuk mengetahui berapa besar nilai sudut B, yakni sudut yang diapit oleh sisi a dan sisi c. Untuk perhitungan arah kiblat hanya diperlukan dua data tempat, yakni data lintang dan bujur Ka’bah serta data lintang dan bujur lokasi/kota yang akan dihitung arah kiblatnya.

Untuk menghitung arah kiblat diperlukan 3 unsur, yaitu :
  • a adalah jarak antara titik kutub utara sampai dengan garis lintang (φ) yang melewati kota yang akan dihitung arah kiblatnya, sehingga dapat dirumuskan :
persamaan (1)
  • b adalah jarak antara titik kutub utara sampai dengan garis lintang yang melewati Ka’bah (φ =21° 25’ LU), sehingga dapat dirumuskan :
persamaan (2)
(sisi b ini harganya tetap, yaitu 680 35’)
  • c adalah jarak antara bujur (λ) kota akan dihitung arah kiblatnya dengan bujur Ka’bah (39° 50’ BT), sehingga :
* Jika λ =00° 00’ BT s/d 39° 50’ BT,
persamaan (3)

* Jika λ = 39° 50’ BT s/d 180° 00’ BT,
persamaan (4)

* Jika λ = 00° 00’ BB s/d 140° 10’ BB,
persamaan (5)
* Jika λ = 140° 10’ BB s/d 180° 00’ BB,
persamaan (6)

Perhitungan arah kiblat dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

persamaan (7)



Jika menggunakan persamaan (7),

persamaan (8)

Selain rumus diatas, perhitungan arah kiblat dapat pula menggunakan rumus sebagai berikut :

persamaan (9)

Jika menggunakan pers. 9,
persamaan (10)



Sumber :

http://id.wikipedia.org/wiki/Ka'bah
http://id.wikipedia.org/wiki/Kiblat
http://kawansejati.ee.itb.ac.id/alquran-digital/s002a144.htm

Selasa, 26 Mei 2009

KONSEP-KONSEP DASAR PERMODELAN

Matematika adalah ilmu pengetahuan yang berperan penting dalam taraf konsepsi ilmu pengetahuan yang lain. Taraf yang pertama adalah matematika sebagai suatu alat untuk dapat menemukan jawaban pertanyaan tetapi tidak menyinggung alat yang digunakan. Maksudnya misalnya analisis statistika atau matematika dapat mengetahui bahwa suatu jenis pupuk dapat secara efektif meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Dalam hal ini dapat dikatakan matematika adalah sebagai alat memperoleh jawaban non matematis terhadap pertanyaan non matematis.

Jika kita ingin mengetahui tingkat efektivitas pupuk tadi maka matematika tak lagi sebagai alat tapi sebagai integral pertanyaan dan jawaban. Inilah peranan matematika dalam taraf yang kedua.

Taraf terakhir, matematika dapat merupakan bagian bangunan jawaban, walaupun pertanyaannya kelihatan bukan suatu pertanyaan matematis. Hal seperti itu terjadi bila kita tertarik pada hubungan antara bagian-bagian suatu sistem.

Deskripsi matematika suatu sistem sering disebut sebagai model matematik sistem tersebut.
Model adalah suatu istilah umum untuk menggambarkan prototipe.

Suatu objek M adalah merupakan suatu model lain dari objek S, jika keduanya memenuhi syarat sebagai berikut :
  1. Ada unsur-unsur di dalam M yang masing-masing memliki padanan dengan unsur-unsur di dalam S.
  2. Ada hubungan tertentu di antara unsur-unsur di dalam M yang analog dengan hubungan antara unsur-unsur padanannya di dalam S.
Dari definisi ini jelas bahwa sebuah boneka adalah suatu model manusia demikian juga cetak biru suatu bangunan adalah model dari bangunan tersebut.

Kedua syarat yang disebutkan di atas adalah hal yang harus dipunyai setiap model. Sesuatu yang tak mempunyai kedua syarat tersebut bukan model. Tetapi suatu model tak perlu merupakan duplikat yang persis objek S. Syarat 1 tak mengharuskan setiap unsur M memiliki padanan unsur di dalam S atau sebaliknya. Demikian pula dengan syarat 2 tidak mengharuskan setiap hubungan yang ada di antara unsur-unsur di dalam S ada analoginya dengan hubungan di antara unsur padanannya di M. Sebagai contoh, nisbah antara panjang lengan dengan panjang kaki boneka dapat sama dengan nisbah kedua unsur itu pada manusia, tetapi panjang sesungguhnya boleh tidak sama antara boneka dan manusia. Selanjutnya mekanisme gerak pada manusia tidak sama analoginya dengan mekanisme gerak pada boneka. Jadi kedua objek tak perlu berpadanan dalam setiap hal.

Model formal suatu objek adalah suatu objek yang digambarkan dalam bahasa formal yang terbentuk dari unsur-unsur terpilih objek yang dimodelkan beserta hubungan-hubungan asumsinya. Model formal dibagi menjadi 4 macam berdasarkan cara atau bahasa mewujudkannya :
Skematik, Fisik, simbolik dan Permainan Peran.


Gambar 1. Klasifikasi Model

a. Model Skematik

Model Skematik adalah suatu model yang diwujudkan dalam bahasa gambar, titik, garis kurva, grafik atau skema. Contoh model seperti ini misalnya adalah lukisan (walaupun pelukis menganggap bahwa modelnya bukan hasil lukisannya, tetapi objek yang dilukiskannya itulah modelnya), cetak biru suatu gedung yang akan dibangun atau skema yang terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Suatu Model Skematik Rantai Makanan

b. Model Fisik

Model fisik adalah suatu model yang diwujudkan dengan bahasa analogi fisik. Contoh model seperti ini adalah boneka manusia yang merupakan model fisik manusia, miniatur suatu gedung adalah suatu model fisik gedung tersebut.

c. Model Simbolik

Model simbolik adalah suatu model yang diwujudkan dalam bahasa simbol. Berdasarkan simbol yang digunakan, model simbolik dapat dibagi menjadi 3 macam seperti yang terlihat pada gambar 1 yaitu model verbal, model matematik dan model komputer. Model verbal adalah model yang diwujudkan dalam bahasa formal seperti bahasa Inggris, Indonesia dan sebagainya. Contoh : Model verbal termometer pengukur suhu badan. Termometer adalah suatu tabung kaca berisi sejumlah air raksa yang dapat memuai bila suhu naik dan sekaligus akan menunjukkan suhu pada skala di dinding tabung.

d. Model Matematik

Model matematik adalah model yang diucapkan dalam bahasa matematika, biasanya dalam bentuk persamaan atau pertidaksamaan. Model seperti ini yang akan dibicarakan selanjutnya.

e. Model Komputer

Model komputer adalah suatu model simbolik untu memanipulasinya digunakan komputer. Jadi model-model ini diwujudkan dengan bahasa komputer Contoh : BASIC, FOXPRO, dan lain-lain.

f. Model Permainan-Peran

Model permainan-peran adalah suatu model yang diwujudkan dalam bentuk permainan di antara beberapa orang dengan cara orang tertentu memerankan tokoh tertentu. Misalnya seperti anak-anak yang bermain sekolah-sekolahan.

MODEL MATEMATIK

Model matematik dapat digolongkan dari sudut pembentukannya menjadi model deskriptif, preskriptif dan model normatif. Dari sudut pandang sifatnya, dapat digolongkan menjadi model deterministik dan model statistik. Dari cara pembentukannya dapat dibagi menjadi 2 yaitu model korelatif dan eksplanatori. Yang akan kita bicarakan adalah penggolongan yang terakhir.

a. Model korelatif

Model korelatif adalah suatu model matematik yang hanya menggambarkan hubungan yang terlihat antara peubah-peubah yang ada. Tujuannya ialah untuk menerangkan atau menyimpulkan bentuk hubungan yang digunakan untuk dasar peramalan dan pengawasan. Pembentukan model ini dimulai dengan data yang dikumpulkan dari percobaan atau pengamatan lapang. Data yang dikumpulkan adalah data yang dianggap penting. Setelah itu dibuat hipotesis tentang hubungan di antara dua peubah atau di antara sekelompok peubah. Hubungan dinyatakan dalam bentuk pernyataan matematik. Kemudian hubungan ini diuji kesesuaiannya dengan data. Jika tidak sesuai kita coba dengan hubungan lain.

b. Model Eksplanatori

Sama halnya model korelatif, model eksplanatori juga merupakan hubungan yang ada di antara peubah, tetapi hubungan di antara peubah di sini dibentuk berdasarkan konsep hubungan kausal di antara peubah. Konsep ini diterjemahkan dalam bahasa matematik, dan hasil peramalannya dibandingkan dengan data. Perbandingan ini merupakan pengujian terhadap konsep yang diformulasikan semula. Ketidaksesuaian model dengan kenyataan tak dapat diatasi dengan menambah suatu suku matrematik ke dalam model seperti halnya model korelatif, tetapi dengan analisis yang sering akan mengakibatkan mengubah semuanya dan kembali dari langkah pertama.

Langkah-langkah pembentukan model seperti yang digambarkan pada Gambar 3.



Gambar 3. Langkah-Langkah Pembentukan Model

c. Langkah-Langkah Pembentukan Model

Formulasi Masalah. Pada langkah ini ada 2 hal penting: membuat pertanyaan dan menentukan faktor yang dianggap penting atau sesuai. Jika pertanyaan terlalu samar dibuat jelas dan kalau terlalu besar dipecah beberapa bagian.

Asumsi. Dibuat asumsi bagaimana hubungan faktor yang terpilih pada langkah pertama. Langkah ini yang paling menentukan dalam pembuatan model. Model dianggap tidak baik bila asumsi tak cukup realistik atau model tak dapat dibuat berdasarkan asumsi terlalu rumit sehingga sukar dianalisis berdasarkan teori matematika yang ada.

Model Matematik atau Deskripsi Matematik. Dibuat hubungan faktor yang diasumsikan yang diterjemahkan dalam bahasa matematik.

Interpretasi. Diambil kesimpulan yang diperoleh pada langkah sebelumnya diterjemahkan bahasa matematika ke bahasa ilmu semula.

Pengujian. Kecuali diterjemahkan, model yang diperoleh masih harus diuji. Biasanya diuji dengan hasil ramalan model yang dibandingkan dengan data.

Tanda panah pada Gambar 3. menunjukkan arah aliran proses pembentukan model. Proses pembentukan model adalah peristiwa berulang sampai didapat model yang kita anggap baik.

d. Contoh Penerapan Langkah-Langkah Pembentukan Model

Contoh penelitian ilmiah yang paling tua adalah usaha memahami gravitasi.

Langkah-langkah pembentukan model:

Formulasi Masalah
1) Membuat pertanyaan. Memahami gravitasi adalah sesuatu pertanyaan yang samar karena itu dibuat pertanyaan untuk menjelaskannya seperti: Mengapa benda jatuh ke tanah? Jawaban Aristoteles ialah semua benda jatuh berasal dari tanah dan setiap benda akan kembali ke asalnya. Karena pertanyaan ini dapat mengundang jawaban yang tak ilmiah maka pertanyaan itu sebaiknya diubah.

Galileo (1564-1642) diajukan kepada 2 pertanyaan tentang bagaimana gravitasi bekerja :
  • Formula apa yang menerangkan bagaimana suatu benda yang jatuh memperoleh kecepatan?
  • Formula apa yang menerangkan berapa jauh benda itu jatuh setelah waktu tertentu?

2) Memilih faktor yang perlu: Faktor yang dipilih oleh Galileo adalah jarak waktu dan kecepatan.

Asumsi
Asumsi yang dibuat Galileo adalah : Jika suatu benda jatuh bebas maka kecepatannya pada suatu titik sebanding dengan jarak yang sudah ditempuh.

Deskripsi Matematik
Jika jarak yang dilalui benda jatuh itu kita sebut sebagai x dan waktu dinyatakan dalam t, maka asumsi yang dibuat di atas diterjemahkan dalam bahasa matematik sebagai berikut:

dimana a adalah suatu konstanta.

Perlu diingatkan bahwa pada zaman Galileo kalkulus belum dikenal sehingga cerita selanjutnya tentang pembentukan model dipandang sebagai yang dibuat oleh pemodel di zaman matematika modern.

Manipulasi matematik
Persamaan (1) merupakan suatu persamaan diferensial dan jawabannya dapat diperoleh sebagai berikut:

konstanta k dapat dicari sebagai berikut pada t = 0 benda ada dalam kondisi diam: jadi x = 0 dan t = 0.

Substitusikan ini ke dalam persamaan (2) diperoleh
Akibatnya persamaan (2) menjadi

x = 0 untuk semua t.

Interpretasi, terjemahan hasil di atas adalah bahwa semua benda tak pernah bergerak berapa lama pun kita menunggu.

Pengujian
Karena hasil yang didapat jelas berbeda dengan kenyataan dan tidak terjadi kesalahan di dalam memanipulasi matematik, maka kita harus kembali ke langkah awal.

Sampai di sini kita telah melalui semua langkah pembentukan model. Tetapi model yang diperoleh tak baik, maka langkah-langkah itu harus diulang kembali dengan melakukan perbaikan dengan asumsi yang dibuat. Misalkan asumsi yang baru ini ke dalam bahasa matematik adalah :

Manipulasi matematik terhadap persamaan (3) memberi hasil sebagai berikut :
Pada waktu t = 0, x =0. Oleh karena itu c = 0, sehingga


Jika ketinggian awal benda itu kita sebut x (0) atau dengan kata lain pada waktu t = 0, x = x(0), maka c = x (0), sehingga
Persamaan (3) sudah dapat menjawab pertanyaan pertama Galileo, sedangkan persamaan (4) dan (5) sudah menjawab pertanyaan kedua. Kalau seandainya pengujian model ini kita lakukan dengan membandingkan hasil ramalan model terhadap waktu yang diperlukan untuk sampai ke tanah jika benda jatuh dari ketinggian awal tertentu dengan kenyataan, maka diperoleh hasil ramalan pada tabel 1.

Tabel 1. Waktu Sampai di Tanah Ramalan untuk Berbagai Ketinggian Awal

Membandingkan hasil pada Tabel 1 dengan hasil dari percobaan ternyata 3 nilai pertama tabel cukup sesuai dengan hasil yang diperoleh dari percobaan. Tapi nilai terakhir jelas salah karena jarak 240.000 kaki hampi sama dengan jarak bulan ke bumi. Menurut model, benda yang jatuh dari bulan akan sampai 2,5 jam kemudian, seharusnya bulan sudah membentur bumi 2,5 jam setelah diletakkan di tempatnya. Hasil ini bahwa model tak tepat untuk semua nilai x(0). Menurut Newton besarnya gaya gravitasi bumi pada suatu benda tergantung jarak benda dengan pusat bumi. Semakin besar jarak, makin kecil pengaruh gaya gravitasi terhadap benda tersebut. Hanya kalau jarak benda dengan pusat bumi relatif kecil dibandingkan dengan radius bumi (kira-kira 4000 mil) anggapan bahwa gaya gravitasi konstan dapat diterima. Hal ini berarti asumsi yang diperbaharui sekalipun masih belum cukup baik kalau kita inginkan model yang cukup baik dengan jarak yang lebih besar. Mungkin asumsi pengganti yang dapat dipilih adalah dengan menganggap bahwa gaya gravitasi merupakan fungsi turun dari jarak. Tetapi walaupun model baru dibentuk berdasarkan asumsi ini, model itu tetap meramalkan bulan akan jatuh ke bumi. Dari keterangan yang diberikan kiranya cukup dapat dimengerti suatu model cukup baik untuk kondisi tertentu, tapi mungkin tak cukup baik pada kondisi lain. Jadi, suatu model sering memiliki batas-batas keberlakuan sehingga usaha untuk mendapatkan tak pernah berhenti.

Sumber :

Disalin dan diedit dari : Kristinamurti Hasibuan. 1991. Konsep-Konsep Dasar dalam Permodelan dalam Kapita Selekta dalam Agrometeorologi. Dirjen Dikti Depdikbud. Bogor.